GELORA.CO - Istri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Sinta Nuriyah meminta pencabutan Ketetapan MPR terhadap sejumlah mantan kepala negara bukan sekadar basa basi politik. Proses rekonsiliasi harus benar-benar dilakukan.
Dia mengatakan, rekonsiliasi ini juga menjadi salah satu perjuangan yang dilakukan Gus Dur.
"Kami berpandangan bahwa rekonsiliasi tetap harus berdasar prinsip keadilan, agar bisa efektif diterapkan bukan sekedar basa-basi politik semata," kata Sinta dalam sambutannya di acara Silaturahmi Kebangsaan dengan MPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu (29/9/2024).
Dia mengharapkan proses rekonsiliasi terhadap Gus Dur tidak dilakukan setengah hati. Melainkan bisa berjalan seperti di Afrika Selatan terhadap Nelson Mandela dan di Timor Leste.
"Maka, kami keluarga Gus Dur menyambut proses rekonsiliasi ini dengan catatan dilakukan tidak dengan setengah hati," kata Sinta.
Dia menambahkan, dalam proses rekonsiliasi pemulihan nama baik Gus Dur, pihak keluarga mengharapkan adanya pelurusan sejarah terhadap sejumlah tuduhan.
Misalnya, tuduhan bahwa Gus Dur melakukan kudeta parlementer hingga korupsi.
"Banyak ahli hukum tatanegara yang bisa bersaksi bahwa Gus Dur telah mengalami apa yang dinamakan sebagai kudeta parlementer. Sebuah kerancuan proses politik mengingat Indonesia tidak menganut sistem demokrasi parlementer namun menganut sistem presidensial," kata Sinta.
Sebelumnya, MPR resmi mencabut Ketetapan (TAP) MPR Nomor II Tahun 2001 tentang Pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Ketetapan itu dinyatakan sudah tidak berlaku lagi.
"Dengan adanya penegasan surat dari pimpinan MPR yang didukung oleh pandangan umum fraksi flaksi dan kelompok DPD pada sidang akhir masa jabatan MPR yang lalu, telah ada ketegasan bahwa TAP MPR Nomor II/ MPR 2001 tentang pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia Kiai Haji Abdurrahman Wahid, saat ini kedudukan hukumnya tidak berlaku lagi," kata Ketua MPR Bambang Soesatyo alias Bamsoet.
Sumber: era